Rabu, 17 April 2013

Hidrokarbon aromatik

PEMANFAATAN MIKROBA DALAM BIOREMIDIASI SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK

A.    Hidrokarbon aromatik
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain.
Senyawa hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon yang berbentuk siklik segi enam, berikatan rangkap dua selang-seling, dan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Jumlah senyawa hidrokarbon jenis ini paling sedikit di antara jenis lainnya. Pada umumnya, senyawa hidrokarbon aromatik ini terdapat dalam minyak bumi yang memiliki jumlah atom C besar.

Hidrokarbon aromatik terdiri dari kelompok monocyclic aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene dan phenantherene). PAHs bersifat karsinogen atau dapat ditransformasi mikroba menjadi senyawa karsinogen sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan (Mangkoedihardjo 2005: 2).
Senyawa hidrokarbon berstruktur aromatik adalah jenis hidrokarbon berantai pendek, ikatan tak jenuh atau bercabang sedikit lebih sulit diuraikan oleh bakteri. Senyawa hidrokarbon aromatik ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas. Proses biodegradasi senyawa aromatik dibagi menjadi dua tahapan yaitu aktivasi struktur cincin dan membuka struktur cincin. Aktivasi dilakukan dengan bantuan oksigen, yaitu dengan cara dihidroksilasi inti aromatik. Pada tahap ini ditemukan enzim oksigenase. Dioksigenase mengkatalisa dengan bantuan dua atom oksigen hingga membentuk struktur dihidrodiol. Dihidrodiol merupakan prekursor untuk membuka struktur cincin (Ewis 1998: 2).
B.    Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
C.    Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat dan kemampuan metabolisme yang sangat bervariasi, salah satunya adalah dalam pemanfaatan senyawa hidrokarbon. Bakteri di lingkungan tercemar hidrokarbon minyak bumi mampu melakukan degradasi hidrokarbon melalui kemampuan bakteri dalam melakukan metabolisme dengan enzim-enzimnya. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator bagi reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh bakteri pada saat biodegradasi hidrokarbon minyak bumi tersebut berlangsung (Atlas & Bertha 1987: 12).
Kemampuan bakteri untuk menggunakan hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi telah dilaporkan dan dibuktikan oleh berbagai peneliti (Zobel 1973; Bertha dan Atlas 1977; Leahy dan Colwell 1990; Floodgate 1995). Diantara senyawa penyusun hidrokarbon, alkana adalah senyawa yang paling mudah didegradasi oleh mikroorganisme melalui berbagai jalur metabolisme aerob (Watkinson dan Morgan, 1990 dalam Husain 2006: 52).
Menurut Nugroho (2006: 2) bakteri dalam aktivitas hidupnya memerlukan molekul karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk melakukan metabolisme dan perkembangbiakannya. Fraksi hidrokarbon yang digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon dan energi dapat berasal dari fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh dirinya sendiri maupun fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh jenis lainnya. Beberapa jenis bakteri dapat memecah hidrokarbon tetapi tidak dapat menggunakan fraksi hasil pemecahannya sebagai sumber karbon dan energi. Untuk mempertahankan hidupnya jenis bakteri tersebut menggunakan fraksi yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme lain sebagai sumber karbon dan energinya.
D.    Pemanfaatan bakteri pseudomonas untuk bioremediasi akibat pencemaran minyak bumi
 
Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan        : Bacteria
Filum        : Proteobacteria
Kelas        : Gamma Proteobacteria
Ordo        : Pseudomonadales
Famili        : Pseudomonadaceae
Genus        : Pseudomonas
Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon.
Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.
Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai mekanisme kerja bakteri Pseudomonas sp. dalam proses bioremediasi pada pencemaran minyak bumi.
Bakteri pseudomonas yang umum digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta. Salah satu factor yang sering membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1.    Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
2.    Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.
Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum yaitu :
1.    Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
2.    Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
3.    Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.

E.    Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas
    Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat. Gambar 2 menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi katekol.

Gambar . Reaksi degradasi Hidrokarbon aromatic
F.    Langkah pemanfaatan pseudomonas dalam bioremediasi
•    informasi dasar tentang pemanfaatan bakteri pemecah minyak dalam proses bioremediasi sehingga akan menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya;
•    bakteri pemecah minyak dalam penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan di lapangan dalam proses bioremediasi; dan
•    upaya pengelolaan lingkungan yang tepat untuk mengatasi pencemaran limbah minyak
•    memperoleh jenis bakteri pemecah minyak yang mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon dalam proses bioremediasi;
•    mengetahui pengaruh jenis bakteri, pH, dan waktu degradasi terhadap pertumbuhan bakteri pemecah minyak dan proses bioremediasi;
•    membandingkan pertumbuhan bakteri pemecah minyak dalam mendegradasi tanah terkontaminasi minyak dan tanah tidak terkontaminasi minyak;
•    mengetahui kondisi lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan bakteri; dan
•    mengetahui alternatif penanggulangan pencemaran minyak bumi dalam upaya pengelolaan lingkungan.
G.    Degradasi monocyclic aromatics (BTEX: Benzene, Toluene, Ethylbenzene, Xylene)
•    Oksidasi BTEX

•    Dedradasi BTEX secara aerobic
-    Genera utama: Pseudomonas, Burkhoderia dan Xanthomonas
-    Diisolasi dari lingkungan tercmar
-    Beberapa bersifat pathogen
-    Tumbuh di etilbenzena, benzena, dan toluene
-    Memiliki enzim toluena dioksigenase
•    Dedradasi BTEX secara anaerobic
Mikroorganisme yang mampu mendegradasi BTEX secara anaerobic:
1.Pendenitrifikasi, misalnyaThauera aromatic
2.Pereduksi besi
3.Pereduksi sulfat, misalnyaDesulfovibrio, Desulfobacter
4.Penghasil metana


H.    Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi limbah minyak bumi
Biodegradasi hidrokarbon limbah minyak bumi merupakan proses yang kompleks. Laju biodegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia limbah minyak bumi serta populasi bakteri yang terdapat di lingkungan tersebut. Kemampuan bakteri mengubah senyawa hidrokarbon menjadi senyawa lain yang tidak toksik tergantung dari enzim yang diproduksinya (Yudhono 2011: 21). Suthersan (1999) menyatakan agar bakteri dapat terus tumbuh dan berkembang dengan baik serta meningkat kemampuan degradasinya, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti ketersedian nutrisi, suplai oksigen, serta faktor fisika dan kimia seperti pH, temperatur dan kadar air yang terdapat dalam limbah itu sendiri.
1.    Ketersediaan Nutrisi
Faktor nutrisi yang diperlukan antara lain karbon, dimana sumber karbon ini didapatkan dari hidrokarbon minyak bumi (Udiharto, 1998). Karbon yang tersedia pada hidrokarbon minyak bumi dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan perkembangan selnya. Selain karbon, untuk pertumbuhannya bakteri juga memerlukan unsur lain yaitu, nitrogen, fosfor, belerang, kalium, magnesium dan besi. Dari deretan unsur tersebut, nitrogen dan fosfor merupakan unsur esensial untuk mendukung biodegradasi hidrokarbon minyak bumi (Tafuri, 1994).
Unsur N dibutuhkan untuk biosintesis asam amino yang merupakan monomer protein, sedangkan P dibutuhkan untuk biosintesis AND (asam diosiribo nukleat) dan ARN (asam ribo nukleat) serta transfer energi. Protein selain sebagai pembentuk enzim, juga merupakan penyusun struktur sel sehingga komposisinya dalam sel lebih besar dibandingkan dengan unsur P. asam nukleat terutama ARN berkaitan erat dengan biosintesis protein, agar biosintesis dapat memenuhi kebutuhan sel, maka ketersedian unsur N dan P harus memenuhi rasio tertentu. Medium pertumbuhan bakteri disarankan C: N: P berturut-turut 120: 10: 1 (Thomas et al, 1992).
2.    Oksigen
        Oksigen sangat diperlukan oleh bakteri untuk metabolisme terutama bakteri aerob. Kosentrasi oksigen biasanya membatasi pertumbuhan bakteri. Bakteri aerob menghendaki oksigen untuk pertumbuhannya. Pada kondisi kaya oksigen (aerob) proses pendegradasian suatu bahan tercemar lebih cepat terjadi. Sedangkan bakteri anaerob tidak membutuhkan oksigen, sehingga kehadiran oksigen menghambat pertumbuhannya (Ehrlich & Brierley, 1990).
        Pemberian oksigen pada suatu proses bioremediasi dimaksudkan sebagai penambahan penerima elektron. Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan penambahan agen pengembang (bulking agent) selain berfungsi sebagai fasilitas aerasi bagi mikroba juga dapat memperluas bidang kontak antara bahan pencemar dengan mikroba. Agen pengembang yang digunakan dapat berupa kayu apung, serutan kayu, komponen tumbuhan yang berserat, kulit kayu dan sebagainya (Yudono, 2008).
3.    Suhu
Suhu berperan penting dalam proses biodegradasi. Biodegradasi hidrokarbon terjadi pada suhu yang rangenya luas dari 00C sampai 700C, degradasi optimum terjadi pada range menengah (Desai & Vyas 2006: 5). Menurt Walsh (1999: 22) bahwa suhu mempengaruhi kemampuan mikroorganisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Jika suhu tinggi melebihi batas yang diizinkan maka enzim akan mengalami denaturasi dan menghambat reproduksi dan terjadi kematian. Jika suhu terlalu rendah, keberadaan organisme akan berhenti. Suhu yang ideal untuk mikroorganisme pada range yang kecil memungkinkan organisme ini bertahan hidup. Menurut Leahy & Colwell (1990: 307) bahwa iklim dan musim akan diharapkan memilih populasi yang berbeda dari penggunaan mikroorganisme hidrokarbon yang beradaptasi pada suhu ambient.
4.    Tingkat Keasaman (pH)
        Kemampuan bakteri untuk mendegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Bakteri yang hidup di lingkungan hidrokarbon mempunyai kisaran pH yang sempit untuk bertahan hidup. Jika pH terlalu asam atau basa maka bakteri pendegradasi hidrokarbon perlahan-lahan berkurang (Walsh, 1999).
        Tingkat keasaman atau pH yang optimum untuk pertumbuhan bakteri pemecah hidrokarbon adalah antara 6,5-7,5. Tingkat keasaman atau pH dapat mempengaruhi kerja enzim sehingga dalam suatu kegiatan bioremediasi pH selalu diatur pada kondisi 6-9, pengaturan dilakukan dengan penambahan zat kapur bila terlalu asam (Al-Anazi, 1996).
5.    Kadar Air
Dalam proses biodegradasi hidrokarbon, kandungan air sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolism bakteri. Tanpa air bakteri tidak dapat hidup dalam limbah, karena kbakteri hidup aktif pada interfase antara minyak dan air. Air yang ada dalam minyak mengandung substansi organik yang menambah ketebalan minyak dan air serta membuatnya bercampur lebih baik sehingga menstimulasi aktivitas mikroba pemecah hidrokarbon. Air dibutuhkan untuk aktivitas metabolisme dan pertumbuhan bakteri serta untuk melarutkan nutrient, karena untuk dapat memasuki bakteri, nutrient harus dalam bentuk larutan (Pelczar & Chan, 2005).









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Alifatik Aromatik. Diases dari (http://www.scribd.com/doc/34006703/Alifatik-Aromatik) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.
Anonim .2010. Pemanfaatan bakteri pemecah minyak. Dikases dari (http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:23592/q/pengarang:%20Dessy) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.
Irfan, D. 2012. Biodegradasi Senyawa Hidrokarbon. Diakses dari (http://www.slideshare.net/novi_larasati/alifatik-aromatik) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.
Miladi, S.D. 2010. Bioremediasi. Diakses dari (http://www.scribd.com/doc/47754600/BIOREMEDIASI) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.
Pratama, R. 2012. Degradasi Hidrokarbon Minyak Bumi. diakses dari (http://rahmat-pratama.blogspot.com/2012/04/babi-pendahuluan-1.html) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.
Rifki. 2011. Biodegradasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik Oleh Bakteri Halotolerankonsorsium Bakteri Terisolasi dari Lingkungan Laut. Diakses dari (http://ml.scribd.com/doc/93555472/Terjemahan-MikLa-Biodegradasi-Hidrokarbon-Aromatik-Polisiklik-Oleh-Bakteri-Halo-Tole-Ran) pada hari Kamis, 31 Mei 2012.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar